BENCANA gelombang tsunami dan gempa berkekuatan 8,9 pada skala Richter, yang
melanda berbagai negara di kawasan Asia bagian tenggara dan selatan dua pekan
lalu, adalah bencana yang tidak pernah kita saksikan sebelumnya. Gempa tektonik
yang diikuti dengan gelombang tsunami berkecepatan 800 kilometer per jam menghancurkan
tidak hanya harta benda tapi juga seluruh jiwa dan raga kita.
Kita Bersedih. Dunia pun bersedih. Begitu banyak korban bergelimpangan, bangunan
luluh lantak, anak-anak kehilangan orangtua, istri kehilangan suami, suami kehilangan
istri, dan penderitaan yang tidak terbayangkan bagi yang tidak mengalaminya.
Pascabencana, kita pun terkesiap. Jumlah korban yang mencapai ratusan ribu, tempat
tinggal yang lenyap, dan jenazah yang bergelimpangan segera menohok rasa kemanusiaan
siapa saja.
Berbagai komunitas teknologi komunikasi informasi pun bergerak. Ada tim TI Komisi
Pemilihan Umum yang memiliki data penduduk Aceh yang mengikuti pemilu lalu. Sedangkan
relawan teknologi informasi yang tergabung dalam kelompok Airputih (www.airputih.or.id)
pun membopong perangkat VSAT ke Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) untuk membuka akses
internet melalui satelit serta membangun Media Center.
Secara khusus kita mencatat bantuan Cisco Systems Indonesia yang menyediakan teknisi
termasuk berbagai perangkat sistem jaringan dan akses nirkabel (hotspot), yang
langsung menerbangkan perangkatnya dari Singapura.
| Mikrotik Indoor - Penggunaan Mikrotik Indoor unit di Posko PMI sebagai gateway dan access point
jaringan komputer. Tampak di latar belakang, tumpukan sumbangan yang siap disalurkan.
Foto: Valens Riyadi (Tim AIrputih) |
Berbagai perusahaan lain pun segera membantu. Acer Indonesia, Asus, Dell Indonesia,
Sony Ericsson, Corsair, Micro Star International, Intel Indonesia, Allied Telesyn,
Ericsson, MikroTik, JetCom.Net, CSM, PSN, dan berbagai perusahaan lain turun tangan
menyumbangkan tenaga, pikiran, dan peralatan untuk menghubungkan Aceh dengan dunia
luar.
KEHADIRAN teknologi komunikasi informasi di NAD menjadi penting. Kita berpendapat,
semakin banyak teknologi informasi yang bisa dihadirkan di daerah bencana, semakin
banyak informasi yang bisa diketahui. Sehingga, prioritas bantuan pun dengan mudah
disusun dan disalurkan.
Dalam kata-kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi Annan, bencana
yang terjadi di tanah Aceh ini sangat luar biasa sehingga diperlukan upaya yang
luar biasa pula untuk bisa membantu mereka yang selamat.
Berbagai penilaian pascabencana menyebutkan, setidaknya dibutuhkan waktu 10 tahun
untuk memulihkan kondisi wilayah-wilayah yang terkena bencana ini. Bukan hanya
permukiman, perkantoran, sekolah, dan sarana umum lain yang perlu dibangun, tapi
kondisi kejiwaan, masalah sosial, dan hal lain yang tidak nyata juga harus dibangun.
Kita sendiri sangat khawatir dengan nasib anak-anak yang mengalami bencana yang
sangat dahsyat dalam kehidupan mereka. Sehingga diperlukan sebuah upaya khusus
yang terpadu dan terarah untuk membantu mereka, tidak hanya pendidikan dan lainnya,
tapi juga menjaga status mereka supaya tidak menjadi korban lagi dalam aksi kejahatan
atas nama "adopsi."
Bencana gempa dan tsunami di Aceh bukan hanya besar skalanya, tapi juga terjadi
di daerah konflik militer yang berkepanjangan. Sehingga, penanganan masalah bantuan
kemanusiaan pun akan berbeda dengan penanganan bencana yang pernah terjadi di
daerah lain.
Dan sekali lagi, karena skala bencana yang begitu dahsyat ini memerlukan perhatian,
yang segera terbesit di benak kita adalah bantuan teknologi informasi untuk menolong
anak-anak korban bencana meneruskan hidup mereka. Anak-anak Aceh adalah masa depan
Aceh sendiri.
Kita bisa memulai dengan sekolah online, sebagai awal untuk membantu anak-anak
korban bencana melalui trauma yang mereka alami, sampai pemerintah siap untuk
memulihkan kondisi belajar-mengajar di tanah Aceh.
Kita pun perlu membuka portal database lengkap dengan foto dan jati diri (termasuk
tanda lahir) anak-anak korban bencana. Sehingga, entah suatu saat, anak-anak ini
bisa bergabung dengan orangtuanya yang terdislokasi, atau bisa melanjutkan hidupnya
dengan paman, bibi, sepupu, keponakan, dan orang lain.
Masa depan anak-anak Aceh adalah masa depan kita. Bantuan teknologi informasi
akan mempercepat proses pemulihannya. Mari ulurkan tangan kita!